“KONSEP DEMOKRASI BARAT
DAN INDONESIA”
A. Latar Belakang
Suatu negara pada hakikatnya adalah sebuah organisasi besar yang
terdiri dari anggota – anggotanya, yaitu warga negara dengan visi yang sama.
Untuk mencapai visi tersebut, negara harus memiliki konsep yang jelas mengenai
bagaimana landasan ideologi dan konstitusionalnya. Untuk menyelenggarakan suatu
ketertiban bagi warganya, negara memiliki sifat memaksa, artinya negara menuntut
warganya untuk menaati peraturan yang telah disepakati bersama; sitat monopoli,
artinya negara akan melarang suatu golongan tertentu (minoritas) yang memiliki
tujuan bertentangan dengan tujuan masyarakat; dan sifat mencakup semua; artinya
semua peraturan yang ada di negara tersebut harus berlaku bagi semua warganya
tanpa terkecuali sehingga ketertiban dan tujuan bersama dapat tercapai.
Selain konsep landasan, mekanisme sistem pemerintahan juga
sangat diperlukan dalam mencapai tujuan negara. Bagaimana sebuah kebijakan
politik diambil merupakan salah satu pengaruh dari sistem pemrintahan yang ada,
padahal kebijakan politik ini menyangkut kepentingan seluruh warganya. Oleh
karena itu, negara harus memiliki mekanisme yang jelas mengenai sistem pemerintahannya.
Indonesia adalah salah satu yang disebut sebagai negara.
Beberapa waktu setelah kemerdekaannya, Indonesia telah memiliki konsep mengenai
landasan, baik ideologi maupun konstitusional. Namun, karena menurut catatan
sejarah bahwa stabilitas nasional yang belum stabil, Indonesia belum memiliki
sistem pemerintahan yang tepat. Sejak pergolakan hingga akhir abad ke-19,
sistem pemerintahan yang disebut demokrasi, banyak dianut oleh negara – negara
modern. Indonesia juga menganut apa yang disebut sebagai demokrasi ini. Namun,
dalam penerapannya selama Orde Lama, Indonesia mengacu pada negara – negara
barat yang memiliki paham atau ideologi sendiri hingga diterapkannya demokrasi
Pancasila yang berdasarkan landasan ideologi Pancasila.
Berdasarkan paparan di atas, konsep sistem pemerintahan
demokrasi menjadi hal yang sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini
dengan harapan pembaca dapat memahami betapa pentingnya suatu sistem
pemerintahan yang dianut oleh negara – negara dunia, khususnya Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang dibahas dalam makalajh ini antara lain :
1.
Apakah yang dimaksud
dengan demokrasi?
2.
Bagaimana sejarah
munculnya demokrasi?
3.
Bagaimana konsep
demokrasi barat?
4.
Bagaimana pelaksanaan
demokrasi terpimpin yang pernah dianut oleh Indonesia?
5.
Bagaimana penerapan
demokrasi Pancasila di Indonesia sejak Orde Baru hingga saat ini?
C. Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan :
1.
Menelusuri demokrasi di
Indonesia agar dapat menemukan demokrasi yang lebih baik untuk Indonesia.
2.
Mahasiswa dapat menjadi
ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air,
demokratis, dan beradab.
3.
Mahasiswa dapat menjadi
warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, dan berpastisipasi aktif
dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan nilai – nilai pancasila.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Prinsip dan Definisi
Demokrasi
1.
Definisi Demokrasi
Menurut Sumarno AP dan Yeni R. Lukiswara, secara etimologis demokrasi
berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan cratein atau cratos yang
berarti pemerintahan. Jadi demokrasi artinya pemerintahan oleh rakyat yang
dalam declaration of independence adalah of the people, for the
people and by the people.
Menurut Charles Costello, demokrasi dalam konteks
kontemporer adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan
kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk
melindungi hak-hak perorangan warga negara. Demokrasi mengakui kehendak rakyat
sebagai landasan bagi legitimasi dan kewenangan pemerintahan (kedaulatan
rakyat) bahwa kehendak itu akan dinyatakan dalam sebuah iklim politik yang
terbuka melalui pemilihan umum yang bebas dan berkala. Setiap warga negara
memilih pihak yang akan memerintah serta menurunkan pemerintah yang ada kapan
saja mereka mau.
Menurut C.F. Strong, demokrasi adalah suatu sistem
pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewan dari masyarakat politik ikut
serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya
mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
Menurut Joseph A. Schumpeter, sebuah sistem politik disebut
demokratis sejauh para pengabil keputusan kolektifnya yang paling kuat dipilih
melalui pemilu periodik, dimana hampir semua orang dewasa berhak memilih. Dalam
hal ini demokrasi mencakup dua dimensi, yaitu: (1) Persaingan; dan (2)
Partisipasi.
Menurut Ranny, demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang
ditata dan diorganisasikan berdasarkan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (popular
soveregnity), kesamaan politik (political equality), konsultasi atau
dialog dengan rakyat (political consultation), dan berdasarkan pada
aturan mayoritas.
Menurut Philippe C. Schmitter, teori demokrasi yaitu bahwa agar
suatu negara tanggap terhadap kebutuhan dan kepentingan warga negaranya, warga
negara tersebut harus berpartisipasi secara aktif dan bebas dalam merumuskan
kebutuhan dan mengungkapkan kepentingan. Mereka tak hanya harus memiliki
“pengertian jelas” mengenai kepentingan-kepentingan...tetapi juga harus
mempunyai sumber-sumber dan keinginan untuk melibatkan diri dalam perjuangan
politik yang diperlukan agar preferensi mereka itu dipertimbangkan oleh yang
berkuasa atau dengan berusaha menduduki jabatan pemerintahan.
Menurut Sarjen,
setiap sistem demokrasi selalu didasarkan pada ide bahwa warga negara
seharusnya terlibat dalam hal tertentu di bidang pembuatan keputusan politik,
baik secara langsung maupun melalui wakil pilihan mereka di lembaga perwakilan.
2. Prinsip - prinsip Demokrasi
Menurut Paimin Napitupulu. Prinsip-prinsip Demokrasi, yaitu:
·
Popular
sovereignity:
tanggungjawab akhir keputusan pemerintahan harus bermuara kepeda kepentingan
publik;
·
Political
equality: setiap
warga negara yang sudah dewasa mempunyai kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam proses pemerintahan;
·
Popular
consultation:
prinsip mendengarkan suara rakyat (popular consultation) mencakup: (a)
sebuah negara demokratis mempunyai mesin/alat kelembagaan melalui mana pejabat
public belajar kebijakan publik apa yang ingin diterima dan ditegakkan
masyarakat serta apa yang menjadi public choice; dan (b) setelah
memastikan preferensi masyarakat, pejabat publik harus mencari tahu apakah yang
diperintah setuju atau tidak. Prinsip ini, merupakan konsekwensi logis dari
kedaulatan rakyat.
·
Majority rule:
prinsip-prinsip aturan mayoritas dalam sebuah demokrasi mengharuskan agar bila
masyarakat tidak sepakat dengan suatu kebijakan public, pemerintah harus
bertindak sesuai dengan kehendak public choice dari jumlah yang lebih besar
daripada yang lebih kecil. Manakala proses formulasi kebijakan public atas
dasar analisis mendalam terhadap public choice, maka disitulah proses
pembangunan pemerintahan yang bertanggungjawab dimulai.
B. Sejarah Demokrasi
Demokrasi dikenal sebagai sebuah sistem
pemerintahan pada peradaban Yunani Kuno. Demokrasi secara etimologi berasal
dari 2 kata dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan cratos
yang berarti kekuasaan.
Dalam bukunya, Miriam Budiardjo menyebutkan bahwa Yunani Kuno pada abad ke-6
sampai ke-3 S.M. menggunakan demokrasi langsung, yaitu bentuk pemerintahan yang
di dalamnya terdapat hak untuk membuat keputusan – keputusan politik dijalankan
secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur
mayoritas. Demokrasi langsung ini dapat berjalan secara efektif karena
diselenggarakan dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas (negara terdiri
dari kota dan daerah sekitarnya), dan jumlah penduduknya sekitar 300.000 jiwa
per negara-kota. Namun, ketentuan – ketentuan demokrasi tidak berlaku bagi
budak dan pedagang asing.
Selanjutnya, gagasan demokrasi ini boleh
dikatakan hilang ketika bangsa Romawi (yang mengenal kebudayaan Yunani Kuno)
dikalahkan oleh bangsa Eropa barat yang pada saat itu Eropa memasuki Abad
Pertengahan pada 600 – 1400. Masyarakat pada Abad Pertengahan dicirikan sebagai
masyarakat feodal, yaitu kehidupan sosial dan spiritualnya dikuasai oleh Paus
dan kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para
bangsawan. Namun, pada 1215 dihasilkannya dokumen penting, yaitu Magna Charta
yang merupakan kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja John dari Inggris.
Dokumen ini mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya
sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya,
tetapi tidak berlaku untuk rakyat jelata. Meskipun begitu, ini dapat dianggap
sebagai tonggak demokrasi.
Sebelum Abad Pertengahan berakhir, tepatnya
awal abad ke-16, muncul negara – negara nasional dalam bentuk yang modern di
Eropa Barat sehingga mengalami perubahan sosial dan kultural untuk menghadapi
zaman yang lebih modern yang di dalamnya terdapat pembebasan akal dari
pembatasan – pembatasannya. Perubahan ini berupa Renaissance (1350 - 1600) dan
Reformasi (1500 - 1650). Renaissance menghidupkan kembali minat terhadap
kesusasteraan dan kebudayaan Yunani Kuno dan membelokkan perhatian tidak hanya
tulisan agama, tetapi juga tulisan keduniawian sehingga memunculkan pandangan –
pandangan baru. Reformasi serta perang – perang agama menyebabkan manusia
terlepaas dari penguasaan gereja di bidang spiritual, sosial, dan politik
sehingga muncullah Pemisah antara Gereja dan Negara. Renaissance dan Reformasi
mempersiapkan Eropa Barat kepada Abad Pemikiran (1650 - 1800) beserta
Rasionalisme yang memerdekakan pikiran – pikiran dari batas – batas yang
ditentukan oleh gereja dan mendasarkan pemikiran atas dasar rasio semata.
Kebebasan berpikir ini meluas ke arah gagasan di bidang politik, misalnya hak –
hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja sehingga kecaman – kecaman
terhadap raja yang memiliki kekuasaan tak terbatas bermunculan.
Kemudian, monarki - monarki
absolute ini telah muncul sesudah berakhirnya Abad Pertengahan (1500 - 1700)
yang dipimpin oleh raja – raja yang menganggap dirinya berhak atas tahta
berdasarkan Hak Suci Raja. Namun, raja – raja ini mendapat kecaman atas
absolutisme mereka dari golongan menengah yang telah berpengaruh karena majunya
ekonomi dan mutu pendidikan. Selanjutnya, pendobrakan yang diberikan kepada
absolutisme ini adalah berupa kontrak social yang didasarkan atas suatu teori
rasioanalistis. Salah satu asasnya adalah dunia dikuasai oleh hukum yang timbul
dari alam yang mengandung prinsip – prinsip keadilan universal yang berarti
berlaku untuk semua waktu dan semua manusia (Natural Law). Universalisme ini diterapkan pada bidang politik.
Rakyat dan raja terikat oleh kontrak sosial yang bermakna bahwa kekuasaan yang
dipegang oleh raja adalah pemberian dari rakyat untuk menyelenggarakan negara
yang tertib dan menciptakan suasana yang di dalamnya rakyat dapat menikmati hak
– hak alamnya dengan aman dan terjamin. Sebaliknya, rakyat menaati peraturan
dari pemerintahan raja.
Teori kontrak sosial tersebut merupakan usaha untuk mendobrak
absolutisme dan menetapkan hak – hak politik rakyat. Para filsuf yang menggagas
teori kontrak sosial ini antara lain John Locke (Inggris 1632 - 1700) yang
menyatakan bahwa hak – hak politik mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan,
hak milik (life, liberty, and property)
dan Montesquiei yang mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak –
hak politik (Trias Politica). Gagasan
– gagasan ini mengakibatkan Revolusi Perancis dan Revolusi Amerika. Pergolakan
ini mengakibatkan gagasan demokrasi menjadi wujud konkret sebagai program dan sistem politik pada akhir abad ke-19.
Namun, pada tahap ini, demokrasi hanya bersifat politis dan mendasarkan dirinya
atas asas – asas kemerdekaan individu, kesamaan hak, dan hak pilih untuk semua
warga negara.
C. Demokrasi Barat
Demokrasi barat
atau demokrasi liberal oleh kaum komunis disebut demokrasi kapitalis. Demokrasi
barat ialah demokrasi yang dianut oleh Negara-negara Eropa Barat dan Amerika.
Tujuan dari demokrasi barat, yaitu agar manusia tidak diangap sebagai alat
belaka, melainkan mansia dipandang sebagai makhluk hidup yang memiliki tujuan
sendiri.
Menurut catatan sejarah, sistem demokrasi Barat yang pertama di
dunia adalah diterapkan oleh kerajaan Perancis semasa peristiwa Revolusi
Perancis pada tahun 1789. Segalanya bermula akibat reaksi dan peperangan
penentangan terhadap teori kuasa mutlak yang dipegang oleh pemimpin agama
Kristian Katolik yang menjadi sistem pemerintahan negara Eropah selama sepuluh
abad lamanya. Menurut teori tersebut, raja yang memerintah ‘diikat’ oleh
pemimpin agama yang kononnya merupakan ‘wakil tuhan’ yang membawa amanat
tuhannya. Akibatnya, raja yang memerintah diberikan kuasa mutlak dengan diawasi
pemimpin-pemimpin agama tadi (paderi Gereja Katolik Roman).
Akibat dari sistem tersebut, rakyat Eropa pada masa itu menjadi
menderita. Sebagai penyelesaiannya, mereka setuju dengan satu sistem dimana hak
memimpin dan memerintah sesuatu negara merupakan hak mutlak rakyat negara
tersebut. Berdasarkan peristiwa tersebut terwujud sistem demokrasi yang ada
sekarang adalah hasil daripada pemberontakan dan rasa tidak puas hati rakyat
pada masa itu.
Sistem Demokrasi Barat.
Perkataan “demokrasi” berasal daripada perkataan Greek iaitu
demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan). Keseluruhannya bermaksud kekuasaan
rakyat dan merupakan juga satu bentuk kerajaan dimana kedaulatan pemerintahan
itu terletak ditangan rakyat dan dipimpin oleh rakyat sendiri. Demokrasi Barat
mengetengahkan konsep pemisahan antara agama dan negara. Urusan keagamaan tidak
boleh dikaitkan dengan urusan kenegaraan atau keduniaan.
Selain itu juga, demokrasi
Barat didasarkan atas kedaulatan rakyat Demokrasi Barat menjurus ke arah
kekuasaan mutlak di mana kekuasaannya dijalankan secara bebas Dalam pada itu,
demokrasi Barat hanya menekankan kepada pembangunan fizikal sambil mengabaikan
pembangunan kerohanian. Konsep memutuskan sesuatu keputusan demokrasi Barat
hanya mengambil keputusan berdasarkan kepada pendapat mayoritasi yaitu pendapat
dua pertiga.
Kesejajaran yang ditawarkan
demokrasi Barat berangkat dari humanisme. Yang mereka maksud dengan kesejajaran
itu adalah kesejajaran politik seperti hak suara, kesejajaran yuridis dan
kesejajaran sosial.
Menurut demokrasi Barat, kekuasaan rakyat adalah secara mutlak.
Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi. Rakyat boleh membuat dan
membatalkan undang-undang dan segala keputusan meskipun keputusan itu
bertentangan dengan norma-norma susila atau bertentangan dengan kepentingan
manusia secara keseluruhan.
Adanya kebebasan mutlak dalam demokrasi Barat digunakan untuk
membela kepentingan sesetengah kelompok yang kuat dan meruntuhkan nilai-nilai
murni termasuk nilai-nilai murni demokrasi itu sendiri. Apabila perkara ini
terjadi, maka sistem demokrasi yang digambarkan menjadi lebih kejam daripada
kediktatoran.
Kelebihan :
- Kebebasan suara rakyat terjamin.
- Adanya pengawasan terhdap partai-partai yang sedang berkuasa/memerintah.
- Pesatnya pembangunan fisik, yang berakibat negara tersebut maju dalam berbagai bidang.
Kekurangan
:
Sebetulnya
banyak kekurangan yang terdapat pada sistem demokrasi Barat yang dikatakan oleh peneliti,
walaupun pendukung demokrasi itu tidak mengakui hakikatnya.
Antaranya, sistem tersebut membutuhkan keuangan yang
besar untuk membiayai organisasi partai politik dan juga untuk membiayai
kampanye pemilu.
Untuk
mendapatkan sumber keuangan yang besar itu, terjadilah penyimpangan
seperti korupsi, penipuan, penyelewengan dan
sebagainya. Partai yang menguasai pemerintah lebih mudah mengumpulkan dana
dari berbagai sumber karena kekuasaan politik terletak di tangan pemimpin
partai tersebut. Dengan itu, korupsi, pilih kasih dan
pilih bulu tak dapat dielakkan.
D. Demokrasi Terpimpin
1.
Dekrit Presiden
Pelaksanaan demokrasi terpimpin
dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Latar Belakang
dikeluarkan dekrit Presiden :
·
Undang-undang Dasar
yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan
Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi
liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
·
Kegagalan konstituante
dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang
kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
·
Situasi politik yang
kacau dan semakin buruk.
·
Terjadinya sejumlah
pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus
menuju gerakan sparatisme.
·
Konflik antar partai
politik yang mengganggu stabilitas nasional
·
Banyaknya partai dalam
parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk
mempertemukannya.
·
Masing-masing partai
politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya
tercapai.
Demi
menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan keputusan
Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
Tujuan
dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah
negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden
adalah sebagai berikut.
a.
Pembubaran konstituante
b.
Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
c.
Pembentukan MPRS dan DPAS
Reaksi dengan adanya
Dekrit Presiden:
·
Rakyat menyambut baik
sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang telah goyah
selama masa Liberal.
·
Mahkamah Agung
membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden.
·
KSAD meminta kepada
seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.
·
DPR pada tanggal 22
Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk melakanakan UUD 1945.
Dampak
positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, adalah sebagai berikut.
·
Menyelamatkan negara
dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
·
Memberikan pedoman yang
jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
·
Merintis pembentukan
lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang
selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.
Dampak
negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, adalah sebagai berikut.
- Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
- Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
Memberi
peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer
terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin
terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
2.
Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
Demokrasi
Terpimpin berlaku di Indonesia
antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno. Disebut
Demokrasi Terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu
mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno. Terpimpin pada saat
pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.
Tugas Demokrasi
terpimpin :
Demokrasi
Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak stabil sebagai
warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal.
Hal ini disebabkan karena :
·
Pada masa Demokrasi
parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.
·
Sedangkan kekuasaan Pemerintah
dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya:
Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi
(menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi
(pemusatan kekuasaan di tangan presiden).
Pelaksanaan
masa Demokrasi Terpimpin :
·
Kebebasan partai
dibatasi
·
Presiden cenderung
berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
·
Pemerintah berusaha
menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
·
Dibentuk
lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
Penyimpangan-penyimpangan
pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut.
a.
Kedudukan Presiden
Berdasarkan
UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan
dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden
menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan
adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil
Perdana Menteri III serta pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan
dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing
berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
b.
Pembentukan MPRS
Presiden
juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan
tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945
pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui
pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki
anggota-anggota yang duduk di MPR.
Anggota MPRS ditunjuk
dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :
Setuju
kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju
pada manifesto Politik.
Keanggotaan
MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil
golongan.
Tugas
MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
c.
Pembubaran DPR dan
Pembentukan DPR-GR
Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak
RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan
pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden.
Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti
kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan
dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat
membubarkan DPR.
Tugas DPR GR
adalah sebagai berikut.
·
Melaksanakan manifesto
politik
·
Mewujudkan amanat penderitaan
rakyat
·
Melaksanakan Demokrasi
Terpimpin
d.
Pembentukan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara
Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden
No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS
terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang
utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah
memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya
kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah
ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat
agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan
Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik
Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1
tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
e.
Pembentukan Front
Nasional
Front
Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front
Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita
proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya
adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk
menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri.
Tugas front nasional adalah sebagai berikut.
·
Menyelesaikan Revolusi
Nasional
·
Melaksanakan
Pembangunan
·
Mengembalikan Irian
Barat
f.
Pembentukan Kabinet
Kerja
Tanggal
9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden
diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali
perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut.
·
Mencukupi kebutuhan
sandang pangan
·
Menciptakan keamanan
negara
·
Mengembalikan Irian
Barat.
g.
Keterlibatan PKI dalam
Ajaran Nasakom
Perbedaan
ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer
menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang
berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi
terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis,
Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.
Bagi
presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat.
Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan
Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan
ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab
jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok
yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya
penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa
PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut
menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan
bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis.
Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah.
PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi
lemah terhadap TNI.
h.
Adanya ajaran RESOPIM
Tujuan
adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme
Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden
Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia ke-16.
Inti
dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur
kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh
sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar
Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.
Dampak
dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan
lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal
ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga
tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.
i.
Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia
TNI
dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang
terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI
Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh
Menteri Panglima Angkatan yang kedudukannya langsung berada di bawah presiden.
ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik
Indonesia.
j.
Pentaan Kehidupan
Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer,
partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa
demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7
tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang
terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal
11 partai. Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama
presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk
membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer
yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai
tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat
dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan
pada tanggal 17 Agustus 1960.
k.
Arah Politik Luar
Negeri
1) Politik
Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi
penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung
condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik
konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh
pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old
Established Forces). Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul
yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan
negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme. Oldefo
merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang
neokolonialis dan imperialis (Nekolim). Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk
poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak
Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke
negara-negara komunis.
2) Politik
Konfrontasi Malaysia
Indonesia
juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena
pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang
dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan
negara-negara blok Nefo. Dalam rangka
konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada
tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
- Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
- Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
Pelaksanaan
Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan
adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
3) Politik
Mercusuar
Politik
Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia
merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler
yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di
kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar
mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the
New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga
Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing. Pada tanggal 7 Januari
1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
4) Politik
Gerakan Non-Blok
Gerakan
Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang
kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan
bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin. Keterlibatan
Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia
sudah cukup maju. GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia
dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945
baik dalam skala nasional dan internasional.
Besarnya
kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak
dengan:
1)
Pengangkatan Ketua MPRS
dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS
yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang
masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2)
Pidato presiden yang
berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959 yang
dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan
sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.
3)
Inti Manipol adalah USDEK
(Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi
Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL
USDEK.
4)
Pengangkatan Ir.
Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden seumur
hidup.
5)
Pidato presiden yang
berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan politik
luar negeri.
6)
Presiden berusaha
menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di antara TNI
dengan Parpol.
7)
Presiden mengambil alih
pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi
Tertinggi (KOTI).
E. Demokrasi Pancasila
1.
Demokrasi Pancasila
Demokrasi
yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam
taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai
tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa
beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di
dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu, Undang-Undang Dasar kita
menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang
dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1)
Indonesia
ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
2)
Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka
(Machstaat).
- Sistem Konstitusionil
Pemerintahan
berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem
konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang
Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu, corak khas
demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan
demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut
nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku
manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia,
tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat,
usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari
demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila).
Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan
presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu
bentuk kekuasaan dari, oleh dan untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan
menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga
masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa
pengertian sebagai berikut:
a.
Demokrasi
Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang
ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran
religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
b.
Dalam
demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat
sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
c.
Dalam
demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
d.
Dalam
demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan
cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan,
sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
2.
Prinsip
Pokok Demokrasi Pancasila
Prinsip
merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain
sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2
landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus
diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/
keluarga, yaitu:
a.
Suatu
negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau
milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa
negara.
b.
Siapapun
yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa
rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh
rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa
bertindak zalim terhadap tuannya, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai
berikut:
a.
Pemerintahan
berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
1.
Indonesia
ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtstaat),
2.
Pemerintah
berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan tidak terbatas),
3.
Kekuasaan
yang tertinggi berada di tangan MPR.
b.
Perlindungan
terhadap hak asasi manusia,
c.
Pengambilan
keputusan atas dasar musyawarah,
d.
Peradilan
yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka,
artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh
Presiden, BPK, DPR, atau lainnya,
e.
adanya
partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan
aspirasi rakyat,
f.
Pelaksanaan
Pemilihan Umum;
g.
Kedaulatan
adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD
1945),
h.
Keseimbangan
antara hak dan kewajiban,
i.
Pelaksanaan
kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri,
masyarakat, dan negara ataupun orang lain,
j.
Menjunjung
tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
3.
Ciri-ciri
Demokrasi Pancasila
Dalam
bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil
(2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
a.
Kedaulatan
ada di tangan rakyat.
b.
Selalu
berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
c.
Cara
pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
d.
Tidak
kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
e.
Diakui
adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
f.
Menghargai
hak asasi manusia.
g.
Ketidaksetujuan
terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil
rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan
semua pihak.
h.
Tidak
menganut sistem monopartai.
i.
Pemilu
dilaksanakan secara luber.
j.
Mengandung
sistem mengambang.
k.
Tidak
kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
l.
Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
4.
Sistem
Pemerintahan Demokrasi Pancasila
Landasan
formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta
Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila
menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945
berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
a.
Indonesia
ialah negara yang berdasarkan hukum
Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa
baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan
tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus
ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara
harus tercermin di dalamnya.
b.
Indonesia
menganut sistem konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum
dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas).
Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh
ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti
TAP MPR dan Undang-undang.
c.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada
halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara
tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang
kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:
1)
Menetapkan
UUD;
2)
Menetapkan
GBHN; dan
3)
Memilih
dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
1)
Membuat
putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti
penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden;
2)
Meminta
pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;
3)
Melaksanakan
pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;
4)
Mencabut
mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila
presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
5)
Mengubah
undang-undang.
d.
Presiden
adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah
negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan
bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib
menjalankan putusan-putusan MPR
e.
Pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR
mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden
dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk
APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari
DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak
budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
a)
Hak
tanya/bertanya kepada pemerintah;
b)
Hak
interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;
c)
Hak
Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;
d)
Hak
Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;
e)
Hak
Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
f.
Menteri
Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada
DPR.
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR,
tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita
adalah kabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada
presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan
kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
g.
Kekuasaan
Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi
ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan
sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan
oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar
dengan presiden.
5.
Fungsi
Demokrasi Pancasila
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
a.
Menjamin
adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
·
Ikut
menyukseskan Pemilu;
·
Ikut
menyukseskan Pembangunan;
·
Ikut
duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
b.
Menjamin
tetap tegaknya negara RI,
c.
Menjamin
tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,
d.
Menjamin
tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
e.
Menjamin
adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
f.
Menjamin
adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
·
Presiden
adalah Mandataris MPR,
·
Presiden
bertanggung jawab kepada MPR.
6.
Beberapa
Perumusan Mengenai Demokrasi Pancasila
Dalam
bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo mengemukakan beberapa
perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang diusahakan dalam beberapa seminar,
yakni:
a.
Seminar
Angkatan Darat II, Agustus 1966
1)
Bidang
Politik dan Konstitusional
a)
Demokrasi
Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,yang berarti
menegakkan kembali azas negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan
oleh segenap warga negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek
kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan
kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil. Dalam rangka ini harus
diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata kerja orde baru dilepaskan
dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan (depersonalization, institusionalization
)
b)
Sosialisme
Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur.
c)
Clan
revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat untuk mendorong
Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan tuntutan-tuntutan
abad ke-20.
2)
Bidang
Ekonomi
Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai
ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada
hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara, yang antara
lain mencakup :
a)
Pengawasan
oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara dan
b)
Koperasi
c)
Pengakuan
atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya
d)
Peranan
pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta pelindung
b.
Musyawarah
Nasional III Persahi : The Rule of Law, Desember 1966
Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:
1)
Pengakuan
dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik,
hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
2)
Peradilan
yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan
lain apapun.
3)
Jaminan
kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu
jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman
dalam melaksanakannya.
c.
Symposium
Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967
Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang
bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang
terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim Nasakom sangat
menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada pembatasan
sehingga menjadi suatu political culturea yang penuh vitalitas.
Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang
untuk mengembangkan a rapidly expanding
economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang
terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh
karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak
azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus
ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di
antara 3 hal, yaitu:
1)
Adanya
pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.
2)
Adanya
kebebasan yang sebesar-besarnya.
3)
Perlunya
untuk membina perkembangan ekonomi yang sangat cepat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam konteks sejarah, demokrasi merupakan
sistem pemerintahan yang ideal karena partisipasi warga negara dan hak – hak
politik yang terjamin. Dalam penerapannya, negara – negara barat menerapkan
demokrasi sesuai dengan ideologi yang mereka anut. Di Indonesia, pada awalnya,
demokrasi diterapkan berdasarkan ideologi barat, misalnya demokrasi terpimpin,
namun kesadaran Pancasila muncul sehingga demokrasi yang dianut adalah
demokrasi Pancasila yang mengandung nilai – nilai Pancasila yang cocok dengan
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi warga negaranya.
B. Saran
Diterapkannya demokrasi Pancasila di
Indonesia, diharapkan negara mampu menyelenggarakan pemerintahan yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan, memberikan
kebebasan yang sebesar-besarnya,
dan mampu membina perkembangan ekonomi yang sangat cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo,
Miriam.1982. Dasar – Dasar Ilmu Politik.
Jakarta : PT Gramedia.
Nizardi,
2008, MATERI SKS 2 KEWARGANEGARAAN, http://images.nizardi.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SJ8JWwoKCiQAAECbCkY1/SKS
ke 2 smt 1.pdf?nmid=109845505, diakses pada tanggal 20 Maret 2010
http://othimbra.multiply.com/journal/item/6/DEMOKRASI_BARAT_KIAN_REPUT