Rabu, 12 Oktober 2011

KONSEP DEMOKRASI BARAT DAN INDONESIA”
 
A.    Latar Belakang

     Suatu negara pada hakikatnya adalah sebuah organisasi besar yang terdiri dari anggota – anggotanya, yaitu warga negara dengan visi yang sama. Untuk mencapai visi tersebut, negara harus memiliki konsep yang jelas mengenai bagaimana landasan ideologi dan konstitusionalnya. Untuk menyelenggarakan suatu ketertiban bagi warganya, negara memiliki sifat memaksa, artinya negara menuntut warganya untuk menaati peraturan yang telah disepakati bersama; sitat monopoli, artinya negara akan melarang suatu golongan tertentu (minoritas) yang memiliki tujuan bertentangan dengan tujuan masyarakat; dan sifat mencakup semua; artinya semua peraturan yang ada di negara tersebut harus berlaku bagi semua warganya tanpa terkecuali sehingga ketertiban dan tujuan bersama dapat tercapai.

     Selain konsep landasan, mekanisme sistem pemerintahan juga sangat diperlukan dalam mencapai tujuan negara. Bagaimana sebuah kebijakan politik diambil merupakan salah satu pengaruh dari sistem pemrintahan yang ada, padahal kebijakan politik ini menyangkut kepentingan seluruh warganya. Oleh karena itu, negara harus memiliki mekanisme yang jelas mengenai sistem pemerintahannya.

     Indonesia adalah salah satu yang disebut sebagai negara. Beberapa waktu setelah kemerdekaannya, Indonesia telah memiliki konsep mengenai landasan, baik ideologi maupun konstitusional. Namun, karena menurut catatan sejarah bahwa stabilitas nasional yang belum stabil, Indonesia belum memiliki sistem pemerintahan yang tepat. Sejak pergolakan hingga akhir abad ke-19, sistem pemerintahan yang disebut demokrasi, banyak dianut oleh negara – negara modern. Indonesia juga menganut apa yang disebut sebagai demokrasi ini. Namun, dalam penerapannya selama Orde Lama, Indonesia mengacu pada negara – negara barat yang memiliki paham atau ideologi sendiri hingga diterapkannya demokrasi Pancasila yang berdasarkan landasan ideologi Pancasila.

     Berdasarkan paparan di atas, konsep sistem pemerintahan demokrasi menjadi hal yang sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini dengan harapan pembaca dapat memahami betapa pentingnya suatu sistem pemerintahan yang dianut oleh negara – negara dunia, khususnya Indonesia.

    

B.     Rumusan Masalah

     Rumusan masalah yang dibahas dalam makalajh ini antara lain :

1.      Apakah yang dimaksud dengan demokrasi?

2.      Bagaimana sejarah munculnya demokrasi?

3.      Bagaimana konsep demokrasi barat?

4.      Bagaimana pelaksanaan demokrasi terpimpin yang pernah dianut oleh Indonesia?

5.      Bagaimana penerapan demokrasi Pancasila di Indonesia sejak Orde Baru hingga saat ini?



C.    Tujuan

Penyusunan makalah ini bertujuan :

1.      Menelusuri demokrasi di Indonesia agar dapat menemukan demokrasi yang lebih baik untuk Indonesia.

2.      Mahasiswa dapat menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis, dan beradab.

3.      Mahasiswa dapat menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, dan berpastisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan nilai – nilai pancasila.








BAB II

PEMBAHASAN

A.    Prinsip dan Definisi Demokrasi

1.      Definisi Demokrasi

     Menurut Sumarno AP dan Yeni R. Lukiswara, secara etimologis demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan cratein atau cratos yang berarti pemerintahan. Jadi demokrasi artinya pemerintahan oleh rakyat yang dalam declaration of independence adalah of the people, for the people and by the people.

     Menurut Charles Costello, demokrasi dalam konteks kontemporer adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga negara. Demokrasi mengakui kehendak rakyat sebagai landasan bagi legitimasi dan kewenangan pemerintahan (kedaulatan rakyat) bahwa kehendak itu akan dinyatakan dalam sebuah iklim politik yang terbuka melalui pemilihan umum yang bebas dan berkala. Setiap warga negara memilih pihak yang akan memerintah serta menurunkan pemerintah yang ada kapan saja mereka mau.

     Menurut C.F. Strong, demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewan dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.

     Menurut Joseph A. Schumpeter, sebuah sistem politik disebut demokratis sejauh para pengabil keputusan kolektifnya yang paling kuat dipilih melalui pemilu periodik, dimana hampir semua orang dewasa berhak memilih. Dalam hal ini demokrasi mencakup dua dimensi, yaitu: (1) Persaingan; dan (2) Partisipasi.

     Menurut Ranny, demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang ditata dan diorganisasikan berdasarkan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (popular soveregnity), kesamaan politik (political equality), konsultasi atau dialog dengan rakyat (political consultation), dan berdasarkan pada aturan mayoritas.

     Menurut Philippe C. Schmitter, teori demokrasi yaitu bahwa agar suatu negara tanggap terhadap kebutuhan dan kepentingan warga negaranya, warga negara tersebut harus berpartisipasi secara aktif dan bebas dalam merumuskan kebutuhan dan mengungkapkan kepentingan. Mereka tak hanya harus memiliki “pengertian jelas” mengenai kepentingan-kepentingan...tetapi juga harus mempunyai sumber-sumber dan keinginan untuk melibatkan diri dalam perjuangan politik yang diperlukan agar preferensi mereka itu dipertimbangkan oleh yang berkuasa atau dengan berusaha menduduki jabatan pemerintahan.

     Menurut Sarjen, setiap sistem demokrasi selalu didasarkan pada ide bahwa warga negara seharusnya terlibat dalam hal tertentu di bidang pembuatan keputusan politik, baik secara langsung maupun melalui wakil pilihan mereka di lembaga perwakilan.



2.     Prinsip - prinsip Demokrasi

     Menurut Paimin Napitupulu. Prinsip-prinsip Demokrasi, yaitu:

·         Popular sovereignity: tanggungjawab akhir keputusan pemerintahan harus bermuara kepeda kepentingan publik;

·         Political equality: setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pemerintahan;

·        Popular consultation: prinsip mendengarkan suara rakyat (popular consultation) mencakup: (a) sebuah negara demokratis mempunyai mesin/alat kelembagaan melalui mana pejabat public belajar kebijakan publik apa yang ingin diterima dan ditegakkan masyarakat serta apa yang menjadi public choice; dan (b) setelah memastikan preferensi masyarakat, pejabat publik harus mencari tahu apakah yang diperintah setuju atau tidak. Prinsip ini, merupakan konsekwensi logis dari kedaulatan rakyat.

·         Majority rule: prinsip-prinsip aturan mayoritas dalam sebuah demokrasi mengharuskan agar bila masyarakat tidak sepakat dengan suatu kebijakan public, pemerintah harus bertindak sesuai dengan kehendak public choice dari jumlah yang lebih besar daripada yang lebih kecil. Manakala proses formulasi kebijakan public atas dasar analisis mendalam terhadap public choice, maka disitulah proses pembangunan pemerintahan yang bertanggungjawab dimulai.



B.     Sejarah Demokrasi

     Demokrasi dikenal sebagai sebuah sistem pemerintahan pada peradaban Yunani Kuno. Demokrasi secara etimologi berasal dari 2 kata dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan cratos yang berarti kekuasaan.

     Dalam bukunya, Miriam Budiardjo menyebutkan bahwa Yunani Kuno pada abad ke-6 sampai ke-3 S.M. menggunakan demokrasi langsung, yaitu bentuk pemerintahan yang di dalamnya terdapat hak untuk membuat keputusan – keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Demokrasi langsung ini dapat berjalan secara efektif karena diselenggarakan dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan daerah sekitarnya), dan jumlah penduduknya sekitar 300.000 jiwa per negara-kota. Namun, ketentuan – ketentuan demokrasi tidak berlaku bagi budak dan pedagang asing.

     Selanjutnya, gagasan demokrasi ini boleh dikatakan hilang ketika bangsa Romawi (yang mengenal kebudayaan Yunani Kuno) dikalahkan oleh bangsa Eropa barat yang pada saat itu Eropa memasuki Abad Pertengahan pada 600 – 1400. Masyarakat pada Abad Pertengahan dicirikan sebagai masyarakat feodal, yaitu kehidupan sosial dan spiritualnya dikuasai oleh Paus dan kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan. Namun, pada 1215 dihasilkannya dokumen penting, yaitu Magna Charta yang merupakan kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja John dari Inggris. Dokumen ini mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya, tetapi tidak berlaku untuk rakyat jelata. Meskipun begitu, ini dapat dianggap sebagai tonggak demokrasi.

     Sebelum Abad Pertengahan berakhir, tepatnya awal abad ke-16, muncul negara – negara nasional dalam bentuk yang modern di Eropa Barat sehingga mengalami perubahan sosial dan kultural untuk menghadapi zaman yang lebih modern yang di dalamnya terdapat pembebasan akal dari pembatasan – pembatasannya. Perubahan ini berupa Renaissance (1350 - 1600) dan Reformasi (1500 - 1650). Renaissance menghidupkan kembali minat terhadap kesusasteraan dan kebudayaan Yunani Kuno dan membelokkan perhatian tidak hanya tulisan agama, tetapi juga tulisan keduniawian sehingga memunculkan pandangan – pandangan baru. Reformasi serta perang – perang agama menyebabkan manusia terlepaas dari penguasaan gereja di bidang spiritual, sosial, dan politik sehingga muncullah Pemisah antara Gereja dan Negara. Renaissance dan Reformasi mempersiapkan Eropa Barat kepada Abad Pemikiran (1650 - 1800) beserta Rasionalisme yang memerdekakan pikiran – pikiran dari batas – batas yang ditentukan oleh gereja dan mendasarkan pemikiran atas dasar rasio semata. Kebebasan berpikir ini meluas ke arah gagasan di bidang politik, misalnya hak – hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja sehingga kecaman – kecaman terhadap raja yang memiliki kekuasaan tak terbatas bermunculan.

     Kemudian, monarki - monarki absolute ini telah muncul sesudah berakhirnya Abad Pertengahan (1500 - 1700) yang dipimpin oleh raja – raja yang menganggap dirinya berhak atas tahta berdasarkan Hak Suci Raja. Namun, raja – raja ini mendapat kecaman atas absolutisme mereka dari golongan menengah yang telah berpengaruh karena majunya ekonomi dan mutu pendidikan. Selanjutnya, pendobrakan yang diberikan kepada absolutisme ini adalah berupa kontrak social yang didasarkan atas suatu teori rasioanalistis. Salah satu asasnya adalah dunia dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam yang mengandung prinsip – prinsip keadilan universal yang berarti berlaku untuk semua waktu dan semua manusia (Natural Law). Universalisme ini diterapkan pada bidang politik. Rakyat dan raja terikat oleh kontrak sosial yang bermakna bahwa kekuasaan yang dipegang oleh raja adalah pemberian dari rakyat untuk menyelenggarakan negara yang tertib dan menciptakan suasana yang di dalamnya rakyat dapat menikmati hak – hak alamnya dengan aman dan terjamin. Sebaliknya, rakyat menaati peraturan dari pemerintahan raja.

     Teori kontrak sosial  tersebut merupakan usaha untuk mendobrak absolutisme dan menetapkan hak – hak politik rakyat. Para filsuf yang menggagas teori kontrak sosial ini antara lain John Locke (Inggris 1632 - 1700) yang menyatakan bahwa hak – hak politik mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan, hak milik (life, liberty, and property) dan Montesquiei yang mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak – hak politik (Trias Politica). Gagasan – gagasan ini mengakibatkan Revolusi Perancis dan Revolusi Amerika. Pergolakan ini mengakibatkan gagasan demokrasi menjadi wujud konkret sebagai program  dan sistem politik pada akhir abad ke-19. Namun, pada tahap ini, demokrasi hanya bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas – asas kemerdekaan individu, kesamaan hak, dan hak pilih untuk semua warga negara.



C.    Demokrasi Barat

       Demokrasi barat atau demokrasi liberal oleh kaum komunis disebut demokrasi kapitalis. Demokrasi barat ialah demokrasi yang dianut oleh Negara-negara Eropa Barat dan Amerika. Tujuan dari demokrasi barat, yaitu agar manusia tidak diangap sebagai alat belaka, melainkan mansia dipandang sebagai makhluk hidup yang memiliki tujuan sendiri.

     Menurut catatan sejarah, sistem demokrasi Barat yang pertama di dunia adalah diterapkan oleh kerajaan Perancis semasa peristiwa Revolusi Perancis pada tahun 1789. Segalanya bermula akibat reaksi dan peperangan penentangan terhadap teori kuasa mutlak yang dipegang oleh pemimpin agama Kristian Katolik yang menjadi sistem pemerintahan negara Eropah selama sepuluh abad lamanya. Menurut teori tersebut, raja yang memerintah ‘diikat’ oleh pemimpin agama yang kononnya merupakan ‘wakil tuhan’ yang membawa amanat tuhannya. Akibatnya, raja yang memerintah diberikan kuasa mutlak dengan diawasi pemimpin-pemimpin agama tadi (paderi Gereja Katolik Roman).

     Akibat dari sistem tersebut, rakyat Eropa pada masa itu menjadi menderita. Sebagai penyelesaiannya, mereka setuju dengan satu sistem dimana hak memimpin dan memerintah sesuatu negara merupakan hak mutlak rakyat negara tersebut. Berdasarkan peristiwa tersebut terwujud sistem demokrasi yang ada sekarang adalah hasil daripada pemberontakan dan rasa tidak puas hati rakyat pada masa itu.

Sistem Demokrasi Barat.

     Perkataan “demokrasi” berasal daripada perkataan Greek iaitu demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan). Keseluruhannya bermaksud kekuasaan rakyat dan merupakan juga satu bentuk kerajaan dimana kedaulatan pemerintahan itu terletak ditangan rakyat dan dipimpin oleh rakyat sendiri. Demokrasi Barat mengetengahkan konsep pemisahan antara agama dan negara. Urusan keagamaan tidak boleh dikaitkan dengan urusan kenegaraan atau keduniaan.

Selain itu juga, demokrasi Barat didasarkan atas kedaulatan rakyat Demokrasi Barat menjurus ke arah kekuasaan mutlak di mana kekuasaannya dijalankan secara bebas Dalam pada itu, demokrasi Barat hanya menekankan kepada pembangunan fizikal sambil mengabaikan pembangunan kerohanian. Konsep memutuskan sesuatu keputusan demokrasi Barat hanya mengambil keputusan berdasarkan kepada pendapat mayoritasi yaitu pendapat dua pertiga.

Kesejajaran yang ditawarkan demokrasi Barat berangkat dari humanisme. Yang mereka maksud dengan kesejajaran itu adalah kesejajaran politik seperti hak suara, kesejajaran yuridis dan kesejajaran sosial.

     Menurut demokrasi Barat, kekuasaan rakyat adalah secara mutlak. Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi. Rakyat boleh membuat dan membatalkan undang-undang dan segala keputusan meskipun keputusan itu bertentangan dengan norma-norma susila atau bertentangan dengan kepentingan manusia secara keseluruhan.

     Adanya kebebasan mutlak dalam demokrasi Barat digunakan untuk membela kepentingan sesetengah kelompok yang kuat dan meruntuhkan nilai-nilai murni termasuk nilai-nilai murni demokrasi itu sendiri. Apabila perkara ini terjadi, maka sistem demokrasi yang digambarkan menjadi lebih kejam daripada kediktatoran.

Kelebihan :

  • Kebebasan suara rakyat terjamin.
  • Adanya pengawasan terhdap partai-partai yang sedang berkuasa/memerintah.
  • Pesatnya pembangunan fisik, yang berakibat negara tersebut maju dalam berbagai bidang.

Kekurangan :

     Sebetulnya banyak kekurangan yang terdapat pada sistem demokrasi Barat yang dikatakan oleh peneliti, walaupun pendukung demokrasi itu tidak mengakui hakikatnya. Antaranya, sistem tersebut membutuhkan keuangan yang besar untuk membiayai organisasi partai politik dan juga untuk membiayai kampanye pemilu.

     Untuk mendapatkan sumber keuangan yang besar itu, terjadilah penyimpangan seperti korupsi, penipuan, penyelewengan dan sebagainya. Partai yang menguasai pemerintah lebih mudah mengumpulkan dana dari berbagai sumber karena kekuasaan politik terletak di tangan pemimpin partai tersebut. Dengan itu, korupsi,  pilih kasih dan pilih bulu tak dapat dielakkan.



D.    Demokrasi Terpimpin

1.      Dekrit Presiden

            Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Latar Belakang dikeluarkan dekrit Presiden :

·         Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.

·         Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.

·         Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.

·         Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.

·         Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional

·         Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk mempertemukannya.

·         Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.



Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.



Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.



Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.

a.      Pembubaran konstituante

b.      Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.

c.      Pembentukan MPRS dan DPAS



Reaksi dengan adanya Dekrit Presiden:

·         Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang telah goyah selama masa Liberal.

·         Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden.

·         KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.

·         DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk melakanakan UUD 1945.



Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.

·         Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.

·         Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.

·         Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.



Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.

  • Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
  • Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.

Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.

2.      Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno. Disebut Demokrasi Terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno. Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.

Tugas Demokrasi terpimpin :

Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak stabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil. Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena :

·         Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.

·         Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.



Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).



 Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :

·         Kebebasan partai dibatasi

·         Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

·         Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.

·         Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.

Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut.

a.          Kedudukan Presiden

Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS  tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.



b.         Pembentukan MPRS

Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.

Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat  :

Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik.

Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan.

Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).



c.          Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.

Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.

·         Melaksanakan manifesto politik

·         Mewujudkan amanat penderitaan rakyat

·         Melaksanakan Demokrasi Terpimpin



d.         Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara

Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS  adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.

Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.



e.          Pembentukan Front Nasional

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut.

·         Menyelesaikan Revolusi Nasional

·         Melaksanakan Pembangunan

·         Mengembalikan Irian Barat



f.           Pembentukan Kabinet Kerja

Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut.

·         Mencukupi kebutuhan sandang pangan

·         Menciptakan keamanan negara

·         Mengembalikan Irian Barat.



g.          Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom

Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.

Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.

Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.



h.         Adanya ajaran RESOPIM

Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.

Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.

Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.



i.            Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatan yang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.



j.           Pentaan Kehidupan Partai Politik

            Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai. Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian. Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.



k.         Arah Politik Luar Negeri

1)      Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo

Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces). Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme. Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim). Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.



2)      Politik Konfrontasi Malaysia

Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.  Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.

  • Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
  • Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.

Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.



3)      Politik Mercusuar

Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing. Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.



4)      Politik Gerakan Non-Blok

Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur. Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin. Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju. GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.



Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak dengan:

1)      Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

2)      Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.

3)      Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.

4)      Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden seumur hidup.

5)      Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri.

6)      Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di antara TNI dengan Parpol.

7)      Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).

E.     Demokrasi Pancasila

1.      Demokrasi Pancasila

     Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu, Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:

1)      Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).

2)      Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).



  1. Sistem Konstitusionil

     Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu, corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.



     Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari, oleh dan untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.

Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:

a.       Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.

b.      Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.

c.       Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.

d.      Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.

2.      Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila

     Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/ keluarga, yaitu:

a.       Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.

b.      Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannya, yakni rakyat.

Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:

a.       Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:

1.      Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),

2.      Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),

3.      Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.



b.      Perlindungan terhadap hak asasi manusia,

c.       Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,

d.      Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, atau lainnya,

e.       adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan aspirasi rakyat,

f.       Pelaksanaan Pemilihan Umum;

g.      Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),

h.      Keseimbangan antara hak dan kewajiban,

i.        Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,

j.        Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.

3.      Ciri-ciri Demokrasi Pancasila

     Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:

a.       Kedaulatan ada di tangan rakyat.

b.      Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.

c.       Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

d.      Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.

e.       Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.

f.       Menghargai hak asasi manusia.

g.      Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.

h.      Tidak menganut sistem monopartai.

i.        Pemilu dilaksanakan secara luber.

j.        Mengandung sistem mengambang.



k.      Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.

l.        Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

4.      Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila

     Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:

a.       Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum

Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.

b.      Indonesia menganut sistem konstitusional

Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.

c.       Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi

Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:

1)      Menetapkan UUD;

2)      Menetapkan GBHN; dan

3)      Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden

Wewenang MPR, yaitu:

1)      Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden;

2)      Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;

3)      Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;

4)      Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;

5)      Mengubah undang-undang.

d.      Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR

e.       Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.

Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:

a)      Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;

b)      Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;

c)      Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;

d)     Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;

e)      Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.

f.       Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.

Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.

Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.

g.      Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas

Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.

5.      Fungsi Demokrasi Pancasila

Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:

a.       Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara

Contohnya:

·         Ikut menyukseskan Pemilu;

·         Ikut menyukseskan Pembangunan;

·         Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.

b.      Menjamin tetap tegaknya negara RI,

c.       Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,

d.      Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,

e.       Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,

f.       Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,

Contohnya:

·         Presiden adalah Mandataris MPR,

·         Presiden bertanggung jawab kepada MPR.

6.      Beberapa Perumusan Mengenai Demokrasi Pancasila

     Dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo mengemukakan beberapa perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang diusahakan dalam beberapa seminar, yakni:

a.       Seminar Angkatan Darat II, Agustus 1966

1)      Bidang Politik dan Konstitusional

a)      Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali azas negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil. Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan (depersonalization, institusionalization )

b)      Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur.

c)      Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat untuk mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan tuntutan-tuntutan abad ke-20.

2)      Bidang Ekonomi

Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara, yang antara lain mencakup :

a)      Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara dan

b)      Koperasi

c)      Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya

d)     Peranan pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta pelindung

b.      Musyawarah Nasional III Persahi : The Rule of Law, Desember 1966

Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:

1)      Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.

2)      Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun.

3)      Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

c.       Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967

Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada pembatasan sehingga menjadi suatu political culturea yang penuh vitalitas.



Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu:

1)      Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.

2)      Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya.

3)      Perlunya untuk membina perkembangan ekonomi yang sangat cepat.






BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

     Dalam konteks sejarah, demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang ideal karena partisipasi warga negara dan hak – hak politik yang terjamin. Dalam penerapannya, negara – negara barat menerapkan demokrasi sesuai dengan ideologi yang mereka anut. Di Indonesia, pada awalnya, demokrasi diterapkan berdasarkan ideologi barat, misalnya demokrasi terpimpin, namun kesadaran Pancasila muncul sehingga demokrasi yang dianut adalah demokrasi Pancasila yang mengandung nilai – nilai Pancasila yang cocok dengan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi warga negaranya.

B.     Saran

            Diterapkannya demokrasi Pancasila di Indonesia, diharapkan negara mampu menyelenggarakan pemerintahan yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan, memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya, dan  mampu membina perkembangan ekonomi yang sangat cepat.

DAFTAR PUSTAKA





Budiardjo, Miriam.1982. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia.

Nizardi, 2008, MATERI SKS 2 KEWARGANEGARAAN, http://images.nizardi.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SJ8JWwoKCiQAAECbCkY1/SKS ke 2 smt 1.pdf?nmid=109845505, diakses pada tanggal 20 Maret 2010



http://othimbra.multiply.com/journal/item/6/DEMOKRASI_BARAT_KIAN_REPUT